Teknologi Sistem Informasi di Bidang Pertanian
Sistem Informasi adalah
aplikasi komputer untuk mendukung operasi dari suatu organisasi: operasi,
instalasi, dan perawatan komputer, perangkat lunak, dan data. Sistem Informasi
Manajemen adalah kunci dari bidang yang menekankan finansial dan personal
manajemen. 'Sistem Informasi' dapat berupa gabungan dari beberapa elemen
teknologi berbasis komputer yang saling berinteraksi dan bekerja sama
berdasarkan suatu prosedur kerja (aturan kerja) yang telah ditetapkan, dimana
memproses dan mengolah data menjadi suatu bentuk informasi yang dapat digunakan
dalam mendukung keputusan (Tejoyuwono dan Ambarita).
Dalam banyak literatur
istilah penguasaan teknologi (technological acquisition) didefinisikan sebagai
kemampuan dalam menghasilkan dan memenej proses perubahan teknologi. Proses
penguasaan ini melalui tahapan memilih, mendapatkan, menerapkan, memanaj,
mengadopsi, mengimitasi, mengakuisisi, meng-up grade dan menguasai teknologi
dari luar yang sudah lebih maju secara efektif dan efisien (Stewart, 1981).
Teknologi Tepat Guna
adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan
masyarakat, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
secara mudah, murah serta menghasilkan nilai tambah baik dari aspek ekonomi
maupun lingkungan hidup. Pendayagunaan teknologi tepat guna secara optimal akan
dapat terwujud bila ada alih teknologi dari pencipta atau pemilik teknologi
tepat guna kepada masyarakat pengguna teknologi tepat guna. Realita menunjukkan
bahwa penemuan baru mengenai teknologi tepat guna cukup pesat, baik ditemukan
oleh masyarakat, dunia usaha, perguruan tingga, lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan milik pemerintah maupun swasta .
Perubahan teknologi
pertanian dipengaruhi oleh faktor internal (pengalaman dan kebutuhan dari diri
sendiri) dan faktor eksternal (kebijakan pemerintah, penyuluhan) perubahan
teknologi pertanian berpengaruh terhadap keadaan sosial-ekonomi masyarakat,
tetapi tidak merubah status sosial dalam adat istiadat.
Seiring dengan
peningkatan kualitas sumber daya petani dan pelaku pertanian serta kemajuan
tekonologi informasi dan komunikasi serta pertimbangan efektivitas dan
efisiensi penyebarluasan informasi, salah satu solusi yang ditawarkan dalam
rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan pengetahuan pertanian adalah
pemanfaatan information and communication technologies (ICTs) yang untuk
penyuluhan pertanian dikenal dengan sebutan “cyber extension” yang merupakan
penggunaan jaringan on-line, computer dan digital interactive multimedia untuk
memfasilitasi diseminasi teknologi pertanian. Model ini dipandang sangat strategis
karena mampu meningkatkan akses informasi bagi petani, petugas penyuluh,
peneliti baik di lembaga penelitian maupun di universitas serta para manajer
penyuluhan. Selain menggunakan “cyber extension” penyuluhan pertanian saat ini
juga menggunakan multiple information system bagi masyarakat pedesaan untuk
mendukung usaha dan bisnis pertanian serta perbaikan ekonomi rumah tangga
masyarakat pedesaan. yan digunakan seperti Multiple communication
systemtelephone, wireless information system, off-talk communication, FAX,
CATV, personal computer communication, video tex, satellite communication
system, internet (EI-net), television telephone system. Dengan adanya teknologi
yang digunakan dalam penyuluhan pertanian diharapkan dapat meningkatkan layanan
penyuluhan pada aktivitas petani dalam menyediakan inovasi pertanian
yangsemakin advance dan membantu petugas penyuluhan pertanian dalam memainkan
peran yang mengkoordinasi unsur pertanian di daerah agar dapat menjalin
kerjasama denganpihak-pihak atau otoritas terkait.
Terbatasnya teknologi
yang tepat sangat berpengaruh kepada produktifitas komoditas pertanian pada
umumnya, sehingga belum tercapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan yang
sebenarnya berpotensi untuk memberikan hasil yang lebih banyak. Rendahnya
produktifitas lahan ini ditandai oleh besarnya senjang hasil yang diperoleh
ditingkat petani dengan hasil di tingkat penelitian. Ada tiga komponen
teknologi yang menyebabkan rendahnya produktifitas yaitu aplikasi teknologi
budidaya yang masih rendah, penggunaan varitas yang kurang sesuai dengan
kondisi lokalita, serta masih besarnya kehilangan hasil setelah panen.
Terbatasnya teknologi berupa varitas lokalita dan besarnya kehilangan saat
panen dan pasca panen merupakan indikator masih lemahnya pembinaan kepada
petani serta minimmya peran daerah dalam menghasilkan teknologi.
Teknologi yang digunakan
masih relatif sederhana dan penerapannya masih kurang tepat sasaran, hal ini
karena regenerasi penyuluh tidak berjalan, minat petani terhadap teknologi dan
mencari informasi masih lemah, karena penggunaan media informasi pertanian
belum meluas.
Peran Multimedia
Radio Pertanian
Peran siaran radio bagi
penyuluhan pertanian sangat penting khususnya di daerah-daerah di mana
kebanyakan petani mempunyai radio. Kini banyak Pemerintah Daerah mengembangkan
siaran radio pertanian. Bahkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang
tersebar di berbagai propinsi di Indonesia, juga ada yang membina siaran radio
pertanian ini, baik siaran radio yang dimiliki Pemerintah daerah maupun swasta.
Pada intinya tujuan
siaran radio pertanian ini adalah mengetahui dan meningkatkan peran radio
terhadap percepatan informasi teknologi yang disertai kegiatan penyuluhan pertanian.
Dengan cara seperti ini, maka diharapkan masyarakat, khususnya masyarakat
pertanian dapat mengetahui pola siaran hal-hal yang berkaitan dengan pertanian
yang sesuai dengan apa yang diperlukan oleh petani.
Kualitas siaran radio
dan komponen pendukung siaran seperti materi siaran, program pendukung siaran
(agar mendorong pendengar mendengarkan) seperti lagu-lagu dan persiapan
kegiatan pengkajian, selalu terus ditingkatkan. Kegiatannya dapat dirancang,
misalnya melakukan sosialisasi kegiatan; kemudian kegiatan test awal mengenai
materi siaran yang akan diberikan. Post-test juga baik untuk dilakukan setelah
satu bulan pelaksanaan program siaran.Tahap pelaksanaaan dilakukan dengan
menyiarkan beberapa materi siaran dan kemudiaan dilakukan evaluasi oleh petugas,
misalnya oleh pihak BPTP dengan mengevaluasi respon petani terhadap materi
siaran, teknik siaran serta peningkatan kemampuan petani terhadap teknologi
yang disiarkan yang dibuktikan dari peningkatan nilai test yang telah dibuat.
Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik tertentu.
Salah satu contoh
penggunaan siaran radio untuk penyuluhan yang berhasil adalah yang dilakukan
oleh BPTP Sulawesi Tengah. Sejak tahun 2002, pembinaan radio amatir telah
dirintis oleh BPTP dengan pelaksananya Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Bahagia
yang didukung oleh penyiar yang berasal dari pemuda dan anggota masyarakat
setempat lainnya, menunjukkan bahwa siaran radio akan efektif kalau disiarkan
mulai pukul 7.00 pagi hingga pukul 10.00 malam. Walaupun program siaran radio
ini dinilai berhasil, namun disana-sini masih pula dijumpai kendala, misalnya
dalam kaitannya dengan pendanaan khususnya untuk honorarium pegawai, perawatan
peralatan, dan sebagainya. Kini pemerintah Daerah Sulawesi Tengah terus
mengembangkan program siaran radio ini mengingat geografis daerah yang
kadang-kadang sulit ditempuh dengan kendaraan. Siaran radio pertanian untuk
daerah yang terisolasi menjadi amat penting.
Propinsi Jawa Timur
dahulu mempunyai siaran radio pertanian yang kuat di Wonokromo, Surabaya
Selatan, sehingga saat itu radio benar-benar dapat dipakai sebagai alat
penyuluhan pertanian untuk mensukseskan program Bimbingan Massal (Bimas)
sehingga akhirnya Jawa Timur mampu mencapai swasembada beras di tahun
1984-1985.
Televisi Pertanian
Pemerintah juga pernah
memanfaatkan Televisi (TV) untuk kegiatan penyuluhan pertanian. Hingga kinipun
program ini masih ada, namun sering tidak atau kurang dirancang untuk kebutuhan
penyuluhan atau pendidikan pertanian, namun lebih condong ke program hiburan.
Mestinya program-program siatan pertanian di TV, apapun bentuk dan ragamnya,
hendaknya memperhatikan kaidah manfaat, artinya bagaimana program siaran
pertanian yang disiarkan di TV tersebut dapat secara cepat diadopsi masyarakat,
khususnya oleh masyarakat pertanian. Menurut (Rogers dan Shoemaker, 1986), ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan siaran pertanian di TV
ini, agar isinya cepat bermanfaat, yaitu program yang ditawarkan hendaknya
berkaitan dengan cepat-tidaknya masyarakat melakukan adopsi siaran tersebut.
Menurutnya, kecepatan adopsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (i) Sifat
inovasinya, (ii) Sifat sasaran, (iii) Cara pengambilan keputusan sasaran, (iv)
Saluran komunikasi yang digunakan, (v) Kondisi penyuluhnya sendiri dalam
menyampaikan inovasi kepada sasaran, dan (vi) Ragam sumber informasi.
Dalam pada itu,
Soekartawi (2005b) dalam bukunya ’Komunikasi Pertanian’ menyarankan agar adopsi
(dan difusi inovasi) teknologi dapat berhasil, maka teknologi (bahan yang
disuluhkan melalui TV tersebut) sebaiknya: (i) Mampu memberikan keuntungan yang
relatif dapat dirasakan oleh adopternya (orang yang meniru teknologi tersebut);
(ii) Bentuknya sederhana (simple) agar lebih mudah dipraktekkan; (iii) Sifatnya
kompabilitias yaitu teknologi tersebut sesuai kebutuhan dan tidak bertentangan
dengan keunggulan lokal atau tidak berlawanan dengan adat istiadat, norma dan
budaya setempat; (iv) Mudah dicoba dengan memanfaatkan sumberdaya disekitar
petani bertempat-tinggal; dan (v) Mudah dilakukan evaluasi oleh siapa saja,
khususnya oleh petani.
Patut dicatat bahwa
karena sekarang ini seringkali muncul adanya perubahan lingkungan strategis
global yang mengarah kepada semakin kuatnya liberisasi dan globalisasi
perdagangan pertanian, maka hal ini akan membawa konsekuensi terhadap daya
saing komoditi pertanian di pasar internasional. Dengan demikian, maka peran
informasi (dan komukasi) secara cepat melalui TV atau radio menjadi lebih
penting lagi. Oleh karena itulah maka informasi dan komunikasi dari teknologi
pertanian yang dibutuhkan petani semestinya juga mampu mengantisipasi berbagai
perubahan yang ada tersebut. Dengan demikian, informasi dan teknologi, bukan
sekedar dapat meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat meningkatkan
kondisi sosial ekonomi mereka khususnya petani beserta keluarganya. Berkait
dengan masalah ekonomi keluarga tani, tidak lepas dari pendapatan usahatani.
Pendapatan petani adalah pendapatan yang diperoleh dari seluruh cabang
usahatani selama waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual
(Soekartawi, 1990).
Sumber :